Sabtu, 12 September 2009

Physical confrontation.Is it necessary to do this as Martial Artist?

Cerita pertama. Ini kisah nyata seorang martial artist sebuah seni beladiri terkenal. Dia adalah seorang atlet nasional yang sudah sering berlaga di cabang kumite. Dia belajar beladiri ini sejak kecil hingga dewasa. Ibarat kata udah menguasai seluruh teknik. Pertarungan di arena pun sudah jadi makanan sehari-hari.namun dia belum pernah sekalipun terlibat real fight. Suatu saat ketika di pasar dia terlibat cekcok dengan preman pasar. Karena terpancing maka konfrontasi fisik pun terjadi.hasilnya ternyata mengejutkan. Martial artist ini kalah telak.dihajar.dikeroyok.beruntung polisi sempat mengamankan.hasilnya babak belur dihajar gerombolan preman. Beruntung gak terluka serius.

Cerita kedua. Ini juga kisah nyata seorang martial artist yg menguasai seni beladiri dari segala aspek.baik pertarungan arena maupun real fight. Suatu ketika terlibat cekcok dengan 5 orang preman yg coba memalaknya. Suasana memanas,dia terpancing emosi. Berakhir hingga pemaksaan dan konfrontasi fisik. Karena dia emang terlatih maka preman-preman tersebut dengan mudah dikalahkan dengan teknik beladirinya. Kebetulan keluarganya memiliki usaha rumah makan. Ketika pulang ke rumah didapati ayah nya babak belur dihajar preman-preman tersebut yang dendam. Beruntung hanya mengalami luka-luka memar. Akhirnya perkara tersebut berakhir di kantor polisi setelah dia melaporkan kejadian tersebut.

Cerita ketiga.Kisah nyata di negara tetangga kita Australia. Seorang martial artist yg sangat berbakat. Dia terkenal memiliki tendangan yg keras dan kuat.dia bisa menghancurkan batang kayu dan beton dengan tendangannya. Suatu saat ketika hendak pulang pada malam hari dia menunggu kereta subway di sebuah stasiun. Karena sudah larut malam maka subway itupun sepi hanya terlihat segelintir orang. Tiba-tiba dia didekati seorang preman dan ditodong dengan pisau, preman tersebut memaksa meminta uang darinya. Lantas ketika preman itu lengah, dengan kemampuannya, martial artist itu mendaratkan tendangannya ke arah wajah preman tersebut. Hasilnya luar biasa. Preman tersebut langsung terkapar. Tulang tengkorang kepalanya retak. Dan akhirnya tewas. Akibatnya justru martial artist tersebut ditahan dan dipenjara karena terbukti melakukan kekerasan hingga menyebabkan kematian. Meskipun dalam konteks membela diri. Namun pengadilan menganggap tindakannya berlebihan hingga menyebabkan kematian.

Dari cerita-cerita diatas bisa dilihat. Apakah konfrontasi fisik selalu diperlukan?. Apalagi sebagai seniman beladiri yang terkadang suka over confidence atau terpancing emosi, gatel pengen selalu jajal kemampuan. Dari cerita-cerita nyata diatas kayaknya konfrontasi fisik gak selalu menguntungkan. Perlu diinget bahwa kita jangan terlalu mementingkan ego sendiri saat terlibat masalah. Dari cerita pertama. Sebagai seniman beladiri kadang kita lupa bahwa seni beladiri itu berarti bertahan dari situasi berbahaya. Kadang kita terbuai oleh aspek olahraga kompetisi yang ditampilkan suatu seni beladiri. Sehingga rajin berlatih namun lupa aspek self defense yang ada dalam beladiri tersebut. Sehingga kita hanya terbuai dengan teknik pertarungan di arena yg ditentukan oleh wasit dengan kemenangan berdasarkan point. Perlu diinget bahwa terlibat konfrontasi dijalanan berbeda dengan turnamen di arena. Dijalanan tidak ada aturan, menghalalkan semua cara untuk menjatuhkan lawan. Karena itu aspek latihan beladiri diri perlu diingatkan atau diubah kepada aspek real fight or self defenses.sedangkan aspek kompetisi adalah tambahan sebagai motivasi kita dalam berlatih. Sebagai martial artist juga harus flexible dan kreatif dalam pertarungan jalanan. Jangan hanya terpaku pada gaya rutin dengan pola yang sudah terduga. Real combat itu spontan dengan ritme acak yang tidak terduga. Karena itu seorang martial artist harus flexible, seperti air, mungkin bisa cross training dengan beladiri lain. hal-hal inilah yang mengispirasi Bruce lee saat menciptakan jeet kune do, juga saat tercetusnya olahraga Mix Martial arts.

Dari cerita kedua yg juga masih berkaitan dengan yang pertama. Konfrontasi fisik yang diakibatkan kita terpancing emosi juga gak selalu menguntungkan kita. Kadang malah jadi lingkaran setan. Saling dendam yang gak berujung. Yg terjadi malah orang-orang deket kita yang kita sayangi malah jadi korban. Kita mungkin memang hebat bisa melindungi diri sendiri tapi belum tentu bisa melidungi orang lain. Mungkin gak ada salahnya kita hanya sekedar member sedikit uang kecil kepada preman tersebut daripada kita melawan malah bikin masalah tambah panjang. Mereka mungkin juga jadi preman juga karena keadaan yang memaksa. Begitu juga cerita ketiga. Tindakan berlebihan malah bikin rugi kita sendiri. Kita yang ditodong tapi kita yang dijebloskan ke Penjara karena kemampuan kita menjadikan anggota tubuh kita sebagai senjata. Kita memiliki tanggung jawab besar dalam menjaganya. Khususnya Emosi kita. Terpancing kemarahan gak selalu happy ending. kadang juga tragis. Karena itu gak harus selalu kita mengakhiri suatu masalah dengan konfrontasi fisik. Banyak tradisional Martial art selalu mengajarkan kita menjadi orang bijak. Hanya menggunakan kemampuannya bila bener-bener terdesak. Karena itu filosofi salah satu seni beladiri kayaknya perlu dihayati

Kasih sayang tanpa kekuatan adalah kelemahan

Kekuatan tanpa kasih sayang adalah kekejaman

Kekuatan dengan kasih sayang adalah kedamaian


 


 


 

2 komentar:

harry mengatakan...

Dalam sebuah pernyataan, Bruce Lee pernah berujar, kalau tidak salah begini;
"Kita tidak menghendaki terjadi suatu perkelahian, tapi jika hal itu tidak bisa dihindari, harus dihadapi meskipun berakibat buruk pada lawan,

Ekstrem memang. Tapi seyogyanya dalam situasi yang mengancam kita harus bisa mengendalikan diri. Bagaimana menghindari masalah sebaik mungkin. Kalau perlu menjauh dari pengancam agar tidak terjadi konfrontasi fisik.
Kalaupun harus membela diri, usahakan dengan teknik melumpuhkan, bukan menghancurkan.
Misal ketika ditusuk dengan pisau cukup kita elakkan dengan teknik putaran sendi agar penyerang tidak bisa melanjutkan serangan dan menyerah. Bukan pisaunya dibalikkan lagi ke arah lawan hingga ia terluka atau tewas.
Misal lagi, saat diserang kemudian lawan kita banting. Tentunya gunakan teknik membanting yang lebih aman sehingga efek bantingan bukan membinasakan tapi hanya melumpuhkan dan memberikan efek jera.

rizkywithcoresound mengatakan...

yup.kira2 begitu.

saya sejutu sekali