Belakangan ini gue sering berdiskusi hebat hingga selalu menghantui pikiran gue mengenai Open Source. Di dunia IT mungkin orang sudah tidak asing dengan kata ini. Tapi mungkin belum bagi orang awam. Ketika gue selalu mendapat pertanyaan "apakah ini open source" lantas gw bilang "tidak" tapi malah menjadi diskusi hebat yg gak ada ujungnya. Kalopun masuk acara Debat (yg jelas gw males nontonnya) di TvOne live ampe pagi juga gak dapet solusinya. Gue seh gak masalah suatu Software itu dibuat open source atau tidak. Itu terserah yg buat aja. Tapi banyaknya propaganda-propaganda open source bikin perasaan gue campur aduk. Senang, jengkel, dan menggelikan sekaligus.
Cukup senang karena open source menjadi alternative murah bagi user untuk memangkas biaya IT. Meskipun banyak juga yg gak gratis kayak Ubuntu, Mandriva.
Menggelikan sekaligus menjengkelkan karena para praktisi IT yg mempropagandakan open source hanya bisa sekedar propaganda saja tanpa ada kontribusi nya. dari sekian banyak praktisi IT local gak banyak yg memberikan kontribusi dlm pembuatan produk open source macam open office, GNU C++, Ubuntu atau produk lainnya. Lebih banyak praktisi dari Amerika, Eropa, untuk kawasan Asia paling byk Jepang dan India yg banyak kontribusi langsung. Jadi kalau sekedar propaganda tanpa banyak membantu dalam pengembangannya untuk apa dicantumkan Source Code. Toh paling cuma dibuka sesaat di notepad. Kalo emang dia punya kontribusinya dalam pembuatan program open source okelah gw salut dan silahkan diskusi.
Selain itu Open source juga jadi momok bagi para Profesi IT (khususnya programmer) terutama di sisi Income/salary. Bayangkan program sehebat dan sebagus open Office dibagikan gratis. Fiuh….padahal bekerja dengan kode-kode program itu gak semudah membalikan telapak tangan. Butuh berjam-jam, berhari-hari, bulan, bahkan tahunan. Mengolah logika dan matematika computasi yg bikin terpaksa betah berjam-jam di depan computer. Tidak sebanding rasanya dengan Income yg di inginkan dengan hasil jerih payahnya.
1 komentar:
sulit mengubah kebiasaan pengguna komputer yang sudah terbiasa memakai sistem operasi microsoft windows ke sistem yang lain yang berbasis OS seperti linux, IGOS atau Ubuntu meski untuk mendapatkannya tak perlu membayar.
Kendala lainnya, kurangnya pemahaman mengenai open source, kesadaran tentang software legal, kompatibilitas data aplikasi, pendampingan sumber daya manusia yang terbatas, belum ada helpdesk, koordinasi antarunit yang kurang, dan distro OS yang terlalu banyak.
http://asrul.blogdetik.com
Posting Komentar